Pengalaman terkena Asam Lambung dan Anxiety

Pengalaman Penulis Memiliki GERD Sampai Sembuh

Halo, nama saya Ari, usia saya saat itu 35 tahun dan tinggal di Jakarta. Saya ingin berbagi pengalaman pribadi tentang bagaimana saya berjuang melawan sakit lambung (GERD) yang sempat mengganggu hidup saya, dan bagaimana akhirnya saya bisa sembuh secara perlahan.

Saya seorang Software Developer di sebuah perusahaan asuransi ternama. Keseharian saya hanya duduk, jarang olahraga, pola makan tidak teratur, sering makan makanan instan seperti mie, bakso, mie ayam, dan kopi kekinian setiap hari.

Saya termasuk orang yang jarang sakit, Alhamdulillah. Namun awal tahun 2021 saat COVID-19 melanda, saya tertular dan harus dirawat di HCU selama 3 minggu karena gejalanya cukup parah. Setelah sembuh, saya mulai menjaga pola makan dan olahraga ringan untuk pemulihan.

Namun setelah kembali bekerja, saya kembali ke gaya hidup lama. Tubuh mulai mudah sakit, batuk-batuk, badan tidak enak. Parahnya, saya minum obat pereda nyeri tanpa resep dokter, bahkan saat perut kosong.

Saat Idul Adha 2021, saya merasa pusing dan menggigil. Perasaan khawatir muncul, perut terasa tidak nyaman, dan akhirnya saya ke dokter. Didiagnosis gangguan lambung dan diberi obat cair. Namun saya kembali makan pedas (ayam geprek), dan sakitnya kambuh lebih parah—disertai rasa cemas dan takut yang tidak jelas.

Kali ini saya didiagnosa tukak lambung dan disarankan endoskopi, namun karena kendala biaya saya hanya diberi obat paten. Lambung mulai membaik, tapi muncul rasa cemas berlebihan. Akhirnya saya divonis GERD, dan ternyata kecemasan itu berkaitan dengan kondisi lambung yang tidak sehat.

Ilustrasi GERD dan Anxiety
Sumber Ilustrasi

Saya mengalami migrain hebat, perut perih, cemas, dan sering menangis tanpa sebab. Saya mulai mencari info di Google dan YouTube, tapi justru makin takut karena banyak info menakutkan seperti kanker atau kematian. Saya juga sempat ikut grup Telegram GERD, tapi akhirnya keluar karena obrolannya justru menambah kecemasan.

Saya mulai selektif mencari informasi, hanya menonton konten dari dokter atau ustadz terpercaya seperti dr. Zaidul Akbar, Ustadz Khalid Basalamah, dan Ustadz Firanda. Mendengarkan ceramah dan ayat-ayat Al-Qur'an sangat membantu menenangkan hati dan pikiran saya.

Beberapa bulan kemudian, lambung mulai membaik, meski masih ada kecemasan. Saya juga mengalami migrain berkepanjangan dan akhirnya dirujuk ke dokter saraf. Diberi obat racikan yang mengandung penenang, migrain reda sementara tapi kembali lagi setelah obat habis.

Dalam proses ini, saya lebih mendekatkan diri kepada Allah. Saya lebih rajin mengaji, salat tepat waktu, dan banyak berdoa memohon ampun dan kesembuhan. Saya sadar bahwa semua manusia pasti diuji, dan sakit adalah salah satu bentuk penggugur dosa.

Ibu saya mengingatkan bahwa saya masih utuh, tidak cacat, dan banyak yang lebih parah. Ini membuat saya lebih bersyukur dan ikhlas. sampai saya pun teringat dengan pekerjaan saya dimana saya bekerja di Asuransi, dan saya pun mencari-cari tentang asuransi hukum nya secara islam, dari beberapa ustadz yang saya percayai itu haram dikarenakan ada unsur riba dan ghoror, dan ini tidak bisa diabaikan, saya pun mengajukan resign (bagi pembaca yang kurang setuju tetang asuransi jangan marah yah,, ini kan pendapat saya dan yang saya yakini,,hehe) resign karena Allah.

Setelah resign, saya menganggur selama 4 bulan untuk istirahat total dan fokus penyembuhan. Saya minum herbal seperti jahe dan kunyit. Kemudian saya bekerja di pabrik Astra, tapi migrain belum hilang. Saya resign lagi, lalu bekerja di perusahaan konsultan yang lebih santai agar bisa berobat dengan leluasa.

Saya mencoba pijat refleksi dan terapi Fashdu. Ketika darah dikeluarkan dari tangan kiri (karena migrain di sisi kiri), terasa sekali perubahan: migrain hilang dan badan terasa enteng. Alhamdulillah sejak saat itu lambung dan kepala saya membaik, walau kadang masih kambuh sebentar karena salah makan/minum.

Saya mencatat makanan/minuman yang harus dihindari seperti kopi dan teh. Sekarang, meski belum sembuh 100%, saya sudah bisa beraktivitas normal. Justru makanan seperti mie ayam dan bakso bukan pantangan utama saya, hehe.

Kesimpulan: Proses sakit saya memakan waktu hampir 2 tahun, dengan fase terparah di 3 bulan pertama. Pelajaran paling berharga: mendekatlah kepada Allah, mohon ampun dan mohon kesembuhan. InsyaAllah, Allah beri jalan.

Sekian, semoga cerita ini bermanfaat untuk teman-teman yang sedang berjuang melawan GERD atau penyakit lainnya.

Posting Komentar

0 Komentar